Tertahan, Bea Keluar Sawit Rp79,4 Triliun
PONTIANAK | Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengharapkan pajak keluar sebesar Rp79,4 triliun dikembalikan untuk peremajaan kebun petani dan perbaikan infrastruktur.
Ketua Bidang Organisasi GAPKI, Tjokro Putro Wibowo, menyatakan, besaran pajak keluar tersebut terakumulasi dari tahun 2007.
“Penerimaan pajak ekspor berupa bea keluar ini dikembalikan untuk mendukung industri kelapa sawit terutama perbaikan infrastruktur dan perbaikan mutu kebun-kebun milik petani,” katanya, disela-sela seminar “Indonesia dan Pembangunan Kelapa Sawit Dalam Isu Lingkungan Global”, Kamis (21/11) di Pontianak.
Bea Keluar ini juga menjawab permasalahan mengenai produktivitas kebun milik petani yang rendah. Perbaikan mutu dilakukan dengan replanting atau penanaman kembali. Perusahaan bisa membantu petani dengan menggunakan bibit terbaik serta pemeliharaan kebun dengan teknik yang baik pula. “Tidak perlu membuka lagi kebun baru. Peremajaan saja bisa mencukupi target produksi CPO,” ungkapnya.
Di Kalimantan Barat, sudah banyak kebun-kebun milik petani yang harus diremajakan karena usianya sudah tua. Banyak kebun yang masa tanamnya di era tahun 1979-1980.
“Yang paling mendesak dilakukan replanting adalah Sumatera dan Riau,” katanya. Dengan peremajaan kebun-kebun petani maka akan sangat membantu produktifitas minyak sawit pembayaran ke depan.
Melalui organisasi, lanjutnya, didorong juga oleh daerah-daerah penghasil sawit, bea keluar ini sudah dilakukan penagihan pada Kemennterian Pertanian dan Kementerian Koordinator Perekonomian. Tetapi sampai saat ini belum ada respons positif.
Kepala Dinas Perkebunan Kalimantan Barat, Hiarsolih Buchori, menambahkan, permohonan pencairan dana bea keluar tersebut tertahan di Kementerian Keuangan. “Pasalnya menurut undang-undang No 3 tahun 2006 tentang perimbangan Keuangan pusat dan daerah, perkebunan kelapa sawit bukan merupakan sumber daya yang dapat dibagi hasil,” katanya.
Saat ini 80 persen kebun sawit petani dari total 1,3 juta hektare kebun yang ada produktivitasnya rendah. Rata-rata produktivitas 1,3 ton per hektare, jauh di bawah produktivitas kebun milik Malaysia yang mencapai 4 ton per hektare.(LF/Photo : Ist)