Saat Telur Kembali Diburu
SAMBAS | Tak putus dirundung malang. Begitulah nasib populasi penyu di pesisir Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Hidup mereka terus dibayang-bayangi ancaman kepunahan. Telur-telur mereka dirampas para penjarah.
Dari waktu ke waktu, penjarahan telur itu terus saja terjadi. Sempat menurun, namun aksi tersebut kini kembali menggila. Ratusan ribu telur penyu pun lenyap dari sarang selama musim peneluran pada tahun ini.
“Pada 2011 dan 2012, pencurian telur penyu menurun. Itu terjadi sejak ada Kambau Borneo,” kata Koordinator Konservasi Penyu WWF Kalbar Dwi Suprapti.
Kambau Borneo adalah kelompok masyarakat pengawas (pokmaswas) pelestarian penyu di Paloh. Mereka yang direkrut dari warga setempat ini, memantau pantai pendaratan penyu selama puncak musim bertelur.
Setahun setelah berdiri pada 2011, Kambau Borneo mampu menekan aksi penjarahan. Di tahun itu tercatat hanya 26% sarang telur penyu yang dicuri. Aksi tersebut terus ditekan hingga menjadi 22% sarang yang dicuri pada 2012. Satu sarang rata-rata berisikan 114 butir telur penyu.
“Di tahun-tahun sebelumnya, sekitar 95% hingga 99% dari 2.146 sarang diambil oleh masyarakat,” ungkap Dwi.
Prestasi Kambau Borneo ternyata hanya seumur jagung. Aksi penjarahan telur penyu kembali merajalela di tahun ini. Di Desa Sebubus sekitar 40% sarang telur penyu dicuri, dan di Desa Temajuk lebih dari 95%. Pantai di kedua desa ini merupakan pendaratan utama penyu di Paloh saat hendak bertelur.
“Kami sudah sering berkoordinasi dengan pemerintah setempat, dan instansi terkait. Patroli bersama aparat keamanan pun pernah. Namun, hasilnya masih jauh dari harapan,” keluh Dwi.
Kewenangan Kambau Boneo sebagai pokmas, lanjut Dwi sangat terbatas. Mereka hanya boleh memantau dan melaporkan tetapi tidak boleh menangkap tangan pelaku. Oleh karena itu, perlu keterlibatan aktif pemerintah dan aparat keamanan dalam memerangi penjarahan telur penyu.
Diselundupkan
Pesisir Paloh membentang sepanjang 100 kilometer di bagian utara Kabupaten Sambas. Sekitar 79% atau 63 kilometer dari garis pantai itu menjadi habitat peneluran penyu. Ada dua jenis penyu yang sering bertelur di sini, yakni penyu hijau (Chelonia mydas), dan penyu sisik (Eretmochelys imbricate).
Populasi penyu hijau di Paloh terbesar kedua di dunia. Itu setelah populasi di pantai yang membentang sepanjang Peninsula di Malaysia hingga Laut Sulu di Sulawesi. Pantai landai dan berombak relatif tenang menjadi daya tarik penyu untuk mendarat dan bertelur di Paloh.
Berdasarkan pemantauan WWF Kalbar terdapat lebih dari 500 penyu hijau betina mendarat di pantai tersebut setiap tahun. Mereka menghasilkan sekitar dua ribu sarang di saat puncak musim bertelur, yang berlangsung setiap Juni hingga Oktober.
Namun, nasib sarang berisi telur penyu itu kebanyakan berakhir tragis. Mereka digali para penjarah tidak lama setelah induk penyu merayap meninggalkan sarang menuju laut lepas. Setelah mendapatkan telur, para penjarah pun bergegas mencari sasaran berikutnya.
“Sekali ke pantai biasa dapat sekitar 90 telur. Tidak tentu juga hasilnya,” kata Ismail (48 tahun), mantan pemburu telur penyu.
Hasil jarahan tidak hanya untuk dikonsumsi masyarakat lokal. Sebagian besar justru dijual ke luar daerah, bahkan hingga ke Malaysia. Ini sebenarnya tidak begitu mengherankan karena Kecamatan Paloh berbatasan dengan Malaysia.
Masyarakat di sana bebas keluar masuk ke Malaysia melalui perlintasan tradisional di Temajuk-Telok Melano. Hubungan dagangan tradisional antarnegara pun sudah berlangsung puluhan tahun. Begitu pula hubungan kekerabatan di antara warga Malaysia dan Indonesia di sana.
Kondisi ini kemudian dimanfaatkan para penjarah dan pedagang untuk menyelundupkan telur penyu. Sebab, harga telur penyu di negeri jiran tersebut cukup mahal. Sebutirnya dihargai 0,8 Ringgit Malaysia atau Rp2.600, dan dijual kembali seharga 10 ringgit untuk tiga butir telur.
Peluang yang cukup menggiurkan. Sebab, di pasaran lokal sebutir telur penyu cuma dihargai Rp1.500, dan dijual kembali sekitar Rp3.000 sebutir. Harga ini tidak lebih mahal dari sebutir telur ayam kampung.
“Mereka membawa ke Malaysia secara sembunyi-sembunyi maka kami sebut penyelundupan. Penyu dan telurnya itu tidak boleh diperdagangkan karena dilindungi. Apalagi diselundupkan,” jelas Koordinator Komunikasi WWF Kalbar Jimmy Syahirsyah. (AMD)