Program Transmigrasi Gagal di Kapuas Hulu

Program trasmigrasi di sejumlah Desa di Kabupaten Kapuas Hulu tidak berhasil, Unit Pemukiman Transmigrasi yang di buka sepuluh tahun yang lalu sudah ditinggalkan warga transmigran. Tapi program itu mau dilanjutkan, adap apa?
Program transmigrasi di Unit Pemukiman Transmigran (UPT) di Desa Kepala Gurung, Kecamatan Mentebah, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat mengalami gagal total.
Di kawasan UPT yang dibuka tahun 2005 sd 2009, kini hanya tinggal sekitar 50 kk, dari sekitar 400 KK yang dulu tinggal di wilayah tersebut. Sebagian besar yang meninggalkan lokasi UPT tersebut, tanpa alasan yang jelas. Sementara KK yang tersisa tidak lagi bekerja sebagai petani, beralih profesi ada yang jadi pedagang, ada juga yang jadi tukang ojek.
Alasan lain, para penghuni meninggalkan UPT Desa Kepala Gurung dikarenakan lokasinya jauh dari sarana kesehatan dan pasar, yang jaraknya sekitar 25 Km di Ibukota Kecamatan. Bahkan untuk menuju Kota Pustussibau harus menempuh jarak 52 Km, melalui jalur darat.
Sedangkan kondisi infrastruktur – jalan, jembatan, dan saluran air, rusak berat sehingga tidak mendukung UPT tersebut untuk bisa berkembang. Sementara itu Pemda Kapuas Hulu tidak peduli – menelantarkan kondisi infrastruktur yang rusak tersebut. Sehinga sangat menyulitkan warga UPT untuk melakukan aktivitas di dalam mencari nafkah.
Di karenakan kondisi UPT Desa Kepala Gurung SP 1 yang tidak berkembang, Pendapatan rata-rata per KK per tahun, masih kurang dari 2000 kg beras (166 kg setara beras/bulan). Penghasilan itupun umumnya didapat dari penghasilan “off farm” (bukan dari bertani) tapi sebagai buruh atau menjadi jasa ojeg.
Masyarakat Transmigrasi daerah itu umumnya tidak bisa hidup dari sekedar menanam padi – di lahan usaha yang sudah ada. Sebagian lahan tidak sesuai untuk ditanami karena tanahnya mengandung batu bara. Selain itu masyarakat sulit untuk bekerja di lahan usaha karena bentuk lahan yang rolling (terjal) dan jauh dari permukiman serta lahannya masih banyak tersisa tunggul-tunggul pohon besar.
“Jangan salahkan bila sebagian besar warga UPT Kepala Gurung meninggalkan lokasi. Karena masyarakat kecewa terkait buruknya infrastruktur, tidak adanya fasilitas umum / sosial, serta kurangnya perhatian pemda setempat,” kata Kusnadi warga setempat kepada BK.co belum lama ini di Putussibau.
Untuk hidup sehari-hari dikawasan UPT Desa Kepala Gurung, pengakuan Kusnadi, sangat berat – mahal diongkos, karena sekolahan tidak ada / jauh, tidak ada sarana kesehatan untuk menjangkau puskesmasdan pasar tempat menjajakan hasil bertani warga sangat jauh.
“Juga tidak ada listrik masuk ke UPT dan tidak ada sinyal telepon seluler, sehingga membuat warga sangat kecewa,” keluhnya lagi
Kondisi yang buruk dari UPT Desa Kepala Gurung itu, membuat Gubernur Kalbar prihatin dan mempertimbangkan program transmigrasi untuk dilanjutkan.
Seperti kemukakan Maria Goretti Nurhayati yang menolak program Transmigrasi ini, “Kita menolaktanah Kalimantan buat transmigrasi. Rencana menteri PDT membangun daerah dengan mendatangkan transmigrasi dari Pulau Jawa. Itu bukan Solusi,” katanya.
Sebelumnya Gubernur Kalbar Cornelis mengatakan, bahwa program Transmigrasi ini seharusnya direncanakan dengan matang karena menyangkut kemanusiaan. Tak hanya menyedian rumah dan lahan, tetapi juga membangun infrastruktur, fasilitas sosial, sarana air bersih, listrik dan telepon. “Selain itu sebaiknya anggaran Pemda yang disiapkan, karena Pemprov tidak menyediakan anggaran untuk program transmigrasi tersebut,” ujar Cornelis, beberapa waktu lalu.
Gagal Tapi Dilanjutkan
Program transmigrasi di sejumlah Desa Kabupaten Kapuas Hulu telah gagal, tapi malah dilanjutkan Pemerintah Daerah. Pemda beralasaan program transmigrasi untuk membuka pusat ekonomi di daerah yang terisolasi.
“Transmigrasi ini adalah strategi membuka pusat ekonomi di daerah yang terisolasi,” kata Kasi Penataan Kawasan Transmigrasi, Disnakertransos Kapuas Hulu, Windarta di Putussibau.
Rencacanya Pemda setempat akan melakukan sosialisasi transmigrasi di Kecamatan Selimbau, tepatnya di Desa Sekubah.
“Kenapa kami pilih Sekubah, karena disana ada lahan potensial. Ada sekitar 5000 hektare yang bisa dijadikan lokasi transmigrasi. Cuma ini tergantung masyarakat setempat mau atau tidak. Sebab sekarang tidak ada ganti rugi untuk pembebasan lahan,” katanya.
Menurut dia, Kapuas Hulu memiliki wilayah yang luas, sementara penduduknya sedikit. Disamping itu masih banyak akses penghubung yang belum terbangun hingga ke pelosok daerah. Kondisi inilah yang membuat beberapa wilayah terisolir.
Windarta menambahkan, tahun 2012 dan 2013 sempat juga dilakukan sosialisasi serupa, pada Desa Benuis, Selimbau dan Grayong. Hingga kini pelaksanaan program transmigrasi masih menunggu persetujuan tiga desa tersebut untuk ditindaklanjuti.
Pada lokasi transmigrasi masing-masing keluarga akan mendapatkan lahan seluas 2 hektare. Lahan tersebut akan dibagi menjadi tiga bagian, pertama pekarangan seluas 0,25 hektare, kedua zona usaha satu seluas 0,75 hektare, ketiga zona usaha dua yang berwujud hutan rimba seluas satu hektare.
“Lahan dua hektare ini adalah hak untuk transmigran yang harus diberikan. Ditambah biaya hidup sementara untuk beberapa bulan sebelum produk pertaniannya menghasilkan,” katanya.