Merawat Monumen Kehidupan
Merawat Monumen Kehidupan
POHON setinggi 100 meter menjulang di bantaran sungai. Usianya sudah ratusan tahun. Berdiameter hampir 5 meter, batang pohon ini seukuran tiga pelukan orang dewasa.
Belian, demikian penduduk setempat menyebutnya. Pohon itu menjadi monumen hidup di tengah perkampungan Dayak Angan. Komunitas adat yang menetap di Desa Angan Tembawang, Kecamatan Jelimpo, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat (Kalbar).
Belian adalah penamaan umum yang diberikan warga di Kalbar untuk pohon Ulin (Eusideroxylon zwageri). Konon, sebatang belian di Angan Tembawang itu sudah tumbuh jauh sebelum kampung berpenduduk sekitar 200 keluarga tersebut ada. Keberadaannya pun dikeramatkan warga.
Tidak seorang pun boleh mengganggu, apalagi sampai menebang pohon tersebut. Jika pantangan itu dilanggar, diyakini bala atau bencana besar bakal menimpa seluruh penghuni kampung.
“Dahulu ada yang ingin menebangnya tapi tidak jadi. Takut ada bala,” kata Donatus Dasol (44 tahun), warga Angan Tembawang, Sabtu (19/10/13).
Tebangan tersebut rencananya untuk merenovasi betang atau rumah panjang yang rubuh. Niat itu tidak pernah terwujud karena penebangan juga ditentang mayoritas warga. Mereka meyakini pohon tersebut menjadi penangkal kampung dari berbagai bencana dan gangguan mahluk halus.
“Sampai sekarang betang itu tidak terbangun-bangun. Akhirnya, para penghuni membuat rumah biasa sendiri-sendiri. Ada yang menggunakan kayu, tapi kebanyakan memakai semen,” jelas Dasol, yang mantan sekretaris desa setempat.
Mitos tentang kekeramatan belian ini berkaitan dengan legenda Nek Macan Pa’inkg. Pohon tersebut konon berasal dari kayu tungku untuk merebus penggalan kepala seorang pengembara. Ia tersesat di pondok milik Nek Macan Pa’inkg, dan akhirnya kepalanya dipenggal.
“Si pengembara merelakan kepalanya dipenggal untuk dijadikan pusaka desa,” ujar Donatus Budiono (38 tahun), warga lainnya.
Pohon langka
Upaya warga menjaga belian bertuah itu kini mulai berbuah manis. Di sekitar pohon tumbuh beberapa anakan. Bahkan, ada yang berkembang menjadi pohon dewasa. “Pohon baru yang besar tumbuh sekitar 30 meter dari pohon lama (induk),” ujar Dasol.
Regenerasi belian atau disebut juga pohon kayu besi di alam berlangsung lambat. Selain berproduktivitas rendah, dormansi atau masa perkecambahannya bisa mencapai satu tahun. Itu dalam kondisi lingkungan ideal. Adapun pertumbuhan diameter dan tinggi batang tidak lebih 1 sentimeter per tahun.
Tinggi belian dewasa rata-rata 20-50 meter, dengan diameter rata-rata 2-3 meter. Pohon ini bisa bertahan hidup hingga 1.000 tahun. Itu sebabnya belian sering dianggap sebagai tumbuhan purba.
Keberadaan pepohonan ini kian langka akibat eksploitasi. Belian diburu karena kualitas kayunya yang nomor wahid. Kayu belian yang digunakan sebagai bahan bangunan atau perabot terkenal kukuh dan tahan lama. Kekukuhannya mengalahkan kayu jati, dan kayu olahan belian laik digunakan hingga 30 tahun lamanya.
Saat ini rasanya sulit mendapati belian berdiameter hingga 2 meter. Rata-rata pohon ini keburu dibabat sebelum diameternya mencapai 1 meter. Apalagi yang terus tumbuh menjulang seperti di Angan Tembawang.
Terlepas dari mitologi, kearifan warga setempat patut diapresiasi. Walaupun terlihat sepele, mereka berandil besar dalam merawat warisan alam. Setidaknya, keberadaan tumbuhan purba bernama belian di Kalbar tidak hanya menjadi sepenggal kisah masa lalu. (AMD)