Langsat Punggur Terancam Bisnis Properti
PONTIANAK—Pasaran buah lokal di Kalimantan Barat (Kalbar) saat ini sangat kompetitif. Saat puncak musim panen, harganya tidak pernah anjlok sehingga petani tetap meraih untung dalam jumlah besar.
“Petani di Desa Punggur (Kabupaten Kubu Raya) ada yang meraih hingga Rp900 juta dari panen langsat,” kata pengusaha agribisnis Kalbar Andreas Acui Simanjaya, Sabtu (19/10/13).
Langsat merupakan buah lokal primadona di Kalbar, selain durian dan jeruk. Sentra penanaman langsat berada di Desa Punggur dan wilayah di sekitarnya.
Langsat Punggur sangat terkenal karena berkulit tipis, berbiji kecil dan berasa manis segar. Harga buah musiman tersebut berkisar Rp7 ribu hingga Rp25 ribu setiap kilogram. Buah sejenis duku ini juga dipasarkan ke Jawa hingga ke Malaysia.
Kejayaan langsat Punggur dikhawatirkan memudar akibat penurunan produksi. Sebagian besar pohon tanaman ini berusia tua dan belum pernah diremajakan. Beberapa kebun bahkan terlantar sejak beralih tangan ke warga dari luar daerah.
Tekanan itu semakin menjadi karena beberapa kebun langsat diincar pengembang untuk dijadikan kawasan perumahan.
“Kebun saya saja pernah ditawar Rp300 juta untuk satu hektare,” ungkap Acui yang memiliki tiga hektare kebun langsat di Punggur.
Selain di Punggur, langsat juga terdapat di beberapa wilayah di Kubu Raya dan kawasan pinggiran Kota Pontianak. Namun ribuan hektare kebun langsat itu telah lama berubah menjadi lokasi perumahan dan properti.
Kondisi ini bisa dilihat antara lain di kawasan Sungai Raya Dalam, Parit Haji Husin dan beberapa wilayah di Kecamatan Sungaikakap.
Cepat atau lambat Punggur bisa saja bernasib serupa, mengingat pesatnya pembangunan perumahan saat ini. Data Pemerintah Kabupaten Kubu Raya menyebut terdapat 1.500 unit rumah yang dibangun setiap tahun di wilayah mereka. Pembangunan rumah masih terus berlanjut untuk memenuhi kebutuhan Kota Pontianak yang lahannya terbatas.
Di satu sisi, harga langsat yang cenderung membaik di pasaran ternyata tidak otomatis berdampak terhadap kesejahteraan petani. Perbaikan harga itu disebabkan persediaan buah yang terbatas akibat berkurangnya produksi.
“Hanya segelintir petani yang menikmati keuntungan,” ujar Acui, yang juga Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Pontianak ini. (amd/photo : Istimewa)