KDRT, Dominasi Masalah Perempuan Indonesia
PONTIANAK – Kekerasan Dalam Rumah Tangga mendominasi masalah perempuan di Indonesia, sebesar 50,2%. Jumlah kasusnya pun semakin tahun semakin meningkat.
Hairiah, anggota DPD RI Kalimantan Barat, mengatakan data pengaduan Komnas Perempuan dari 2011 hingga Juni 2013 menunjukkan bahwa 60% korban kekerasan dalam rumah tangga mengalami kriminalisasi, 10 % diantaranya dikriminalkan melalui Undang-Undang Penghapusan Kekerasan di Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
“Sebagian besar KDRT dilakukan oleh suami terhadap istrinya,” kata Hairiah, usai diskusi public memperingati Hari Antikekerasan Terhadap Perempuan, di Pontianak, bekerjasama dengan Korps PMII Putri.
Meningkatnya kasus KDRT, lanjutnya, karena pemerintah tidak tegas dalam implementasi undang-undang yang ada. Tak hanya itu, lanjutnya, karakter individu yang terbentuk oleh konstruksi sosial budaya masyarakat yang berbeda sehingga menganggap hal ini sebagai aib yang harus di jaga.
Di sisi lain, Hairiah juga menjelaskan jangkauan KDRT sangatlah luas. Tindakan kekerasan yang sering terjadi dapat berbentuk; Physical Abuse atau Kekerasan Fisik, atau Sexual Abuse and Exploitation atau Kekerasan dan Eksploitasi Seksual. Tak hanya itu, lanjutnya, Neglect atau Pengabaian juga merupakan bentuk KDRT yang jarang disadari oleh pelaku, seperti halnya Psychological and Mental Abuse atau Kekerasan Mental Psikologis, dan Economic or Financial Abuse atau Kekerasan Ekonomik dan Finansial. Tak hanya itu, KDRT juga berpengaruh dalam perkembangan jiwa anak. Anak yang tumbuh dalam keluarga yang mengalami KDRT, cenderung menjadi pelaku kekerasan, ketika dewasa.
Chatarina Pancer Istiyani, dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia Kalimantan Barat menambahkan, akar dari kekerasan dalam rumah tangga, yaitu disharmoni keluarga, emosi yang tidak stabil, dan pewarisan kekerasan. KDRT dianggap sebagai perilaku warisan dan bersifat sistemik karena jika di runtut proses kekerasan dilakukan oleh sang suami kepada istri, kemudian istri melakukannya kepada anaknya, dan seterusnya.
“Namun, berdasarkan data kekerasan terhadap anak 80% dilakukan oleh ibu kandungnya sendiri,” katanya.
Meskipun pemerintah telah menetapkan beragam peraturan dan juga lembaga untuk membantu mengatasi permasalahan ini, namun masih di perlukan peran serta elemen masyarakat dalam bentuk pengawasan dan pelaporan terhadap tindak kekerasan yang terjadi di lingkungannya.(AP)